Inilah 10 Dampak Perubahan Iklim di Indonesia, Banyak Orang Tidak Menyadarinya. Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang cukup ramai dibicarakan belakangan ini.
Perubahan Iklim di Indonesia
Hal ini disebabkan karena dampak perubahan iklim tersebut sudah sangat dirasakan pada setiap aspek-aspek kehidupan manusia.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumberdaya alam yang cukup melimpah. Namun pada kenyataanya, tingkat kerusakan lingkungan juga cukup tinggi terjadi di Indonesia.
Kerusakan lingkungan ini disinyalir berkontribusi menyebabkan terjadinya perubahan iklim belakangan ini. Kecenderungan perubahan iklim di Indonesia oleh ulah dan aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, industrialisasi, dan oleh aktivitas alam seperti pergeseran kontinen, letusan gunung berapi, perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda matahari dan El- Nino.
Namun, pemulihan ekosistem dunia ini sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim beserta dampaknya yang akan terjadi jika tidak terkendali.
Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
Berikut 10 dampak perubahan iklim pada negara Indonesia, yang dirangkum oleh Yayasan Indonesia Cerah.
1. Gelombang panas ekstrem
Berdasarkan catatan penelitian di Journal of Geophysical Reasearch, Atmospheres oleh para peneliti yaitu Russo S,. Dosio A, dkk ; Indonesia akan mengalami lebih dari tiga kali kondisi gelombang panas ekstrem antara tahun 2020 dan 2052.
Kemudian di antara tahun 2068 dan 2100, akan terjadi sebuah gelombang panas yang ekstrem akan terjadi setiap 2 tahun sekali.
Gelombang panas ini akan memiliki intensitas yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan tahun 2010, di mana gelombang panas ekstrem terjadi di Rusia dan menewaskan 55.000 orang.
Tidak hanya itu, kejadian tersebut juga akhirnya menghancurkan sekitar 9 juta hektar tanaman, membunuh semua burung di Moskow dan menyebabkan peristiwa kebakaran hutan.
2. Meningkatkan kejadian kebakaran hutan ekstrem
Potensi dampak berikutnya dari perubahan iklim yang tidak terkendali adalah meningkatnya kejadian kebakaran hutan ekstrem.
Diprediksi, dalam skenario emisi yang tinggi, maka Kalimantan Timur dan Sumatera bagian Timur akan mengalami pemanasan hampir 4 derajat Celcius dan curah hujan berkurang 12 persen pada tahun 2070 hingga 2100.
Hal ini akan menyebabkan sekitar 55 hari bahaya kebakaran ekstrem per tahun di Timur Kalimantan pada tahun tersebut.
Sementara, di Sumatera Timur, jumlah hari bahaya kebakaran ektrem setiap tahun meningkat 17 hingga 64 hari di bawah skenario emisi tinggi ini.
3. Meningkatnya risiko kekeringan
Bersamaan dengan potensi risiko kebakaran hutan ekstrem, risiko kekeringan juga akan meningkat akibat perubahan iklim ini.
Wilayah Kalimantan Selatan dan Sumatera bagian utara pada tahun 2071 hingga 2100 akan menjadi lebih kering sekitar 20-30 persen.
Sedangkan, di wilayah Jawa dan bagian selatan Sumatera menjadi lebih kering 30-40 persen pada tahun tersebut.
4. Risiko banjir meningkat
Selain kekeringan dan kebakaran hutan, bencana hidrometeorologi lainnya yang juga ikut meningkat akibat perubahan iklim adalah risiko banjir.
Di rentan waktu tahun 1990 dan 2013, banjir sungai merugikan Indonesia sekitar 5,5 miliar US Dolar.
Nah, perubahan iklim ini juga diperkirakan dapat meningkatkan kerusakan ekonomi akibat banjir sungai hingga 91 persen pada tahun 2030.
Beberapa daerah yang berisiko banjir parah adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Maluku, dan Papua.
5. Meningkatkan dampak kerusakan topan
Beberapa waktu lalu, di Indonesia ada angin topan Seroja yang cukup berdampak pada beberapa bencana di tanah air, terutama bencana banjir dan tanah longsor di Nusa Tenggara.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, kejadian angin topan atau siklon tropis Seroja ini menjadi salah satu contoh dari perubahan iklim, khususnya peningkatan suhu sebesar 4 derajat Celcius di perairan Indonesia.
Dampak kerusakan akibat topan saat perubahan iklim terjadi tidak hanya bisa menelan korban jiwa, tetapi juga akan berdampak pada kerusakan ekonomi dalam jangka panjang.
Bahkan melebihi dampak Topan Savana, yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2019 lalu, yang telah mengakibatkan kerugian ekonomi hingga 7,5 juta US Dolar.
6. Kenaikan permukaan laut dan banjir pesisir (rob)
Dari tahun 2000 ke 2030, kenaikan rata-rata permukaan air laut akan meningkatkan risiko banjir pesisir atau rob sebesar 19-37 persen.
Tidak hanya wilayah Pulau Jawa saja yang memang sudah rentan terhadap banjir rob ini, tetapi sebagian Sumatera bagian utara, Sulawesi Selatan juga berpeluang ikut terdampak.
7. Produksi beras menurun
Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di Journal of Agricultural Meteorology, menyebutkan bahwa suhu udara memiliki pengaruh terbesar terhadap panen padi kultivar Ciherang, Jawa Barat.
Padahal Ciherang menyumbangkan sekitar setengah dari produksi beras Indonesia.
Tidak hanya itu, ada wilayah lain yang juga akan terdampak penurunan hasil panen jika emisi terlalu tinggi dan perubahan iklim terjadi.
Di antaranya seperti Sumatera bagian utara dan Jawa, semua Kalimantan, dan Papua Barat.
8. Produksi kopi menurun
Peningkatan suhu yang diakibatkan oleh perubahan curah hujan diperkirakan akan menurunkan hasil kopi di Indonesia hingga 85 persen.
Aceh yang saat ini termasuk wilayahcocok produksi kopi Arabika, jika terjadi kenaikan suhu 1,7 derajat Celcius maka akan kehilangan sekitar 90 persen dari tanah produksinya saat ini.
Sementara, dari 210.000 hektar tanah di Sumatera Utara penghasil kopi Arabika, akan berkurang 15 persen atau sekitar 57.000 persen jika kenaikan suhu akibat perubahan iklim terjadi.
9. Terumbu karang dan wisata bahari bisa lenyap
Terumbu karang diperkirakan akan mengalami penurunan secara dramatis secara global bahkan jika pemanasan globas dibatasi hingga 1,5 derajat Celcius sesuai dengan Perjanjian Paris.
Namun, jika kenaikan suhu mencapai 2 derajat Celcius, maka hampir semua karang dan pariwisata bahari akan menghilang.
10. Pertumbuhan ekonomi terhambat
Indonesia menderita kerugian tahunan rata-rata sebesar 45 juta US Dolar antara tahun 2000-2019 karena bencana alam terkait iklim, dan kemungkinan besar akan tumbuh secara substansial.
Para ahli ekonomi memprediksikan, dalam skenario emisi terlalu tinggi dan perubahan iklim terjadi, maka pertumbuhan PDB Indonesia dapat mencapai puncaknya yaitu 8.800 US Dolar per kapita pada tahun 2100.
Hal ini berlawanan dengan skenario tidak ada perubahan iklim, maka pendapatan per kapita Indonesia akan meningkat menjadi 38.500 US Dolar pada tahun 2100 tersebut.