Leantoro.com. Harapan Rupiah Merdeka dari Jajahan Ringgit Malaysia di Tanah Perbatasan Kalimantan Utara. Hal yang menyangkut Perbatasan Negara acap kali terdengar miris dan bernada miring, perbincangan yang kerap merendahkan Indonesia memang kerap terjadi diantara Warga Perbatasan itu sendiri.
Pengalaman yang pernah saya dapatkan ketika untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Tanah Borneo, sekitar tahun 2015, saya ditugaskan ke Kota Tarakan salah satu kota penting di Kalimantan Utara, Tarakan adalah sebuah kota pulau yang terletak di sebelah utara Kalimantan yang berbatasan dengan Bandar Tawau yang merupakan bagian dari kota Sabah Malaysia Timur.
Tarakan sendiri sering disebut sebagai pintu gerbang utama Kalimantan Utara, hal tersebut dikarenakan letak kota yang memang sangat strategis, yang merupakan pintu gerbang masuk arus orang dan barang dari luar baik lewat jalur udara maupun jalur laut ke beberapa daerah di wilayah Kalimantan Utara.
Mungkin bagi para traveler, Tarakan bisa menjadi salah satu alternatif tempat wisata yang memiliki keindahan tersendiri, wisata situs sejarah peninggalan perang dunia II dimana terdapat rumah-rumah zaman portugis jika tidak salah, wisata sejarah tambang minyak yang saat ini pengeborannya dilakukan oleh Pertamina dan wisata alam pantai Amal, wisata hutan mangrove yang didalamnya ada monyet Bekantan atau monyet hidung besar, serta wisata budaya festival Iraw.
Namun saya tidak akan membahas wisata di Kota Tarakan, tapi saya lebih tertarik dengan roda pasar yang produk minuman dan makanan ringannya dikuasai oleh produk Malaysia, bagaimana bisa? Hal tersebut mengundang tanya bukan, sayapun akhirnya berkunjung ke Pasar Sebengkok.
Pasar Sebengkok menjadi tempat wisata belanja ini tak hanya menjual hasil laut Tarakan yang sudah terkenal seperti ikan tipis, amplang bandeng, udang kering, kepiting soka, rumput laut, namun yang membuat hati saya miris adalah menjamurnya produk makanan dan minuman dari Malaysia, apakah ini masuk bea cukai import? ataukah barang selundupan? saya sendiri tidak berani bertanya lebih jauh karena saya hanya pendatang yang beberapa hari akan melakukan kunjungan kerja di Kota Tarakan
“Mau beli apa, Bang? ini ada makanan dan minuman dari Malaysia loh, lebih murah dan lebih bagus kualitasnya dibanding produk olahan Indonesia!” ujar salah satu pedagang wanita di pasar sebengkok.
Rasa penasaran saya bukan ingin membelinya, namun hanya ingin melihat secara dekat benarkah itu semua produk malaysia bisa beredar di Tarakan? di Indonesia? bahkan di gadang lebih baik dan lebih berkualitas? saya amati dan kemudian membandingkan memang ada perbedaan sedikit dari komposisi, tapi saya tidak mau berspekulasi apakah lebih baik atau lebih buruk ketimbang produk Indonesia, karena saya bukan ahli gizi.
“Bisa bayar dengan ringgit juga loh Bang?” Lanjut si pedagang sambil memperlihatkan produk satu demi satu ke saya yang sama sekali tidak berminat membeli prouk olahan malaysia karena saya cinta produk Indonesia hehe.
“Apalagi jika di Sebatik, Bang! diperbatasan rupiah malah kalah karena hampir semuanya transaksi menggunakan Ringgit!” Tambah Mas Momo driver yang disewa untuk membantu saya berkeliling ke beberapa Instansi di Kota Tarakan
Tanpa banyak kata, saya akhirnya membeli beberapa produk makanan dan minuman olahan Indonesia untuk teman saya membuat laporan kegiatan, sampai ketika saya hendak membayar ke pedagang, sang pedagang agak sewot sedikit
“Abang ini dari Jakarta? Biasanya orang dari luar Tarakan pasti beli produk Indonesia!” tukasnya sedikit tinggi, karena saya beli produk Indonesiapun hanya beberapa hehe.
“Saya asli dari Lampung, dapat tugas dari Kantor Jakarta, dan saya cinta produk Indonesia, saya pun cinta rupiah jadi saya bayar dengan rupiah bukan dengan ringgit ya bu, mohon maaf!” Saya mengakhiri dengan menyerahkan uang rupiah pecahan Rp.100.000 berhubung saya tidak mengambil gambar untuk artikel ini saya ambil dari sumber lain.
“Kembaliannya mau rupiah atau ringgit, siapa tahu mau ke Sebatik?” tanya pedagang mulai melembut.
“Rupiah saja bu, saya cinta rupiah !” Jawab saya sembari tersenyum kepada si ibu pedagang.
Sembari menuju ke beberapa Instansi yang jadi tujuan saya, Mas Momo pun akhirnya bercerita bagaimana produk Malaysia bisa masuk ke Tarakan, hal tersebut dimulai sejak adanya a hubungan dagang timbal balik antar penduduk kota Tarakan dengan penduduk Bandar Tawau, Malaysia, Hubungan dagang tersebut melewati lintas batas negara sudah terjalin sejak lama.
Penduduk Tarakan ketika itu bermata pencaharian sebagai nelayan, memasarkan hasil tangkapan ikannya di pasar Tarakan juga sebagian di pasarkan ke para cukong ikan di pelelangan ikan Bandar Tawau. Nah agar perahu tidak pulang dengan muatan kosong. Para nelayan membeli aneka macam makanan dan barang keperluan rumah tangga dari Tawau untuk di pasarkan di Tarakan.
Penduduk Tarakan sudah sejak lama akrab mengkomsumsi ataupun memakai produk barang buatan Malaysia. Tidak hanya terbatas pada jenis produk makanan atau minuman serta buah-buahan sejenis apel, anggur, jeruk sunkist bahkan juga dengan Gas Elpiji dan hampir semua kebutuhan pokok mulai dari gula, bawang putih, sepatu, arloji, ikat pinggang. semua produk Malaysia, tidak terlepas juga pakaian bekas Malaysia pun membanjiri pasar Tarakan.
Rupiah sebagai Identitas Negara Indonesia
Seberapa penting Rupiah bagi kita? tentu saja sebagai Warga Negara Indonesia, peran rupiah tentu saja sangat penting, bukan saja sebagai nilai tukar transaksi, melainkan juga sebagai identitas bangsa Indonesia yang telah digunakan sejak Indonesia merdeka, jangan sampai Rupiah masih dijajah oleh mata uang negara lain apalagi di negeri sendiri, jika hendak bertransaksi dengan orang asing hendaknya orang asing itu harus menukarkan ringgitnya jadi Rupiah baru untuk belanja.
Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara Indonesia
Tahukah kita sebagai kaum muda Indonesia, agar mencintai Uang Negara Republik Indonesia ini sebagai simbol kedaulatan negara Indonesia? memiliki uang resmi sendiri berarti menjadi Negara yang berdaulat hal ini juga sangat penting untuk memupuk rasa nasionalisme dan patriotisme pada diri kita, dengan cinta rupiah, kita akan cinta Indonesia.
Pada zaman now, Bank Indonesia pada tanggal 19 Desember 2016, resmi meluncurkan 11 desain baru rupiah yang terdiri dari 7 pecahan uang kertas dan 4 pecahan uang logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal :
- Rp 100.000
- Rp 50.000
- Rp 20.000
- Rp 10.000
- Rp 5.000
- Rp 2.000
- Rp 1.000.
Sementara rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100.
Hal tersebut sejalan dengan rencana BI menerbitkan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hampir semua wajah pahlawan di uang tunai berganti, kecuali pecahan Rp 100.000 yang tetap menampilkan wajah dua proklamator RI, yaitu Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Mohammad Hatta (saya berharap sampai kapanpun dua wajah ini tetep menghiasi RUpiah Indonesia).
Setelah diterbitkannya rupiah baru, maka uang rupiah yang sudah beredar di masyarakat masih berlaku dan masih bisa digunakan sebagai alat transaksi yang sah sampai BI menarik peredaran rupiah lama.
Itu pengalaman saya, adakah harapan rupiah merdeka dari jajahan ringgit Malaysia di Tanah Perbatasan Kalimantan Utara, semoga saja kesadaran penduduk perbatasan dalam transkasi dengan rupiah bisa terus meningkat, dan edukasi, sosilisasi oleh Pemerintah masih harus terus dilakukan, agar Rupiah tidak terus terjajah di negeri sendiri oleh Ringgit Malaysia.
Hal Ini menjadi tantangan Pemerintah Kalimantan Utara dan Pemerintah Indonesia untuk menekan peredaran Ringgit di Tanah Borneo, sebagai Harapan Rupiah Merdeka dari Jajahan Ringgit Malaysia di Tanah Perbatasan Kalimantan Utara.
Apakah saat ini Rupiah masih di jajah Ringgit di Tarakan? entahlah.. semoga saja harapan kemerdekaan rupiah bisa segera terwujud…